Jawa Barat, Bharindo News – Alat musik tradisional di Nusantara sangatlah beragam ratusan bahkan ribuan, dengan berbagai khas dan keunikannya masing-masing. Salah satu dari alat musik tradisional yang ada di Nusantara ini adalah alat musik khas sunda yaitu Karinding.
Di beberapa wilayah alat musik karinding ini memiliki nama/sebutan yang berbeda-beda, namun untuk Karinding lebih dikenal familiar sebagai alat musik khas yang berasal dari tanah Sunda. Bentuknya yang begitu kecil dan unik sehingga alat ini memiliki kesan sederhana, alat musik ini termasuk ke dalam jenis idiofon atau lamelafon. Yang tentunya suara yang dihasilkan dari alat tersebut sebagai pemvibrasian secara keseluruhan—tanpa penggunaan string atau membran.
Karinding Adalah Jenis Alat Musik Khas Sunda Yang Wajib Dilestarikan
Menurut dari berbagai sumber sejarah, Karinding ini sudah hadir di Indonesia sejak enam abad yang lalu, dan alat ini juga lebih tua dari alat musik lainnya seperti kecapi. Pada zaman dahulu Karinding digunakan sebagai salah satu perlengkapan upacara adat atau pengiring ritual tertentu. Sekarang pun di beberapa tempat masih ada yang menggunakan alat musik tersebut untuk mengiringi pembacaan rajah dan terkadang diaransement lagi dengan ciri khas musik modern yang lainnya.
Karinding ciri khas sunda terbagi ke dalam tiga ruas. Pada bagian ruas yang pertama berada di ujung untuk mengetuk/nabeuh agar memperoleh resonansi pada bagian tengah. Bagian ruas kedua/tengah, memiliki guratan memanjang dan disebut cecet ucing yang akan bergetar saat diketuk jari. Kemudian ruas ketiga pada dipegang oleh tangan sebelah kiri dijadikan sebagai pegangan.
Supaya menghasilkan suara yang indah, Karinding harus diketuk atau ditabeuh pada bagian ujung kanan dan dikombinasikan dengan permainan rongga mulut sehingga menghasilkan hembusan angin angin. Suara yang dihasilkan sangat bervareatif tergantung dari kepiawaian mengolah rongga mulut, lidah dan napas sipemain. Karinding pada zaman dahulu juga mengenal ciri khas gender. Seperti karinding yang digunakan perempuan biasanya terbuat dari bambu dengan bentuk seperti susuk sanggul, sehingga dapat disimpan dengan cara disisipkan pada sanggul.
Kemudian untuk laki-laki terbuat dari pelepah aren/kawung yang berukuran lebih besar dan pendek. Kebiasaan para laki-laki pada zaman dahulu cara menyimpan alat musik tersebut, biasanya disimpan di tempat tembakau atau rokok. Pada umumnya, Karinding mempunyai ukuran panjang 10 cm dan lebar 2 cm, akan tetapi hal itu tergantung pula dengan fungsi pemakaiannya. Ukuran karinding yang berbeda dapat mempengaruhi bunyi-bunyi yang nantinya dihasilkan.
Gaya Bermain Alat Musik Tradisional Karinding
Gaya memainkannya juga bisa menghasilkan bunyi yang berbeda juga. Dari sebuah alat musik yang sederhana ini bisa memperoleh bunyi yang berbeda-beda seperti kendang, dan melodi,bass, gong, saron bonang. Konon katanya, Karinding juga berfungsi sebagai pemikat hati pasangan dan pengusir hama tanaman. Di masa itu, Karinding telah diperkenalkan sejak usia anak-anak sebagai alat permainan layaknya alat musik modern pada saat ini anak-anak dan saat beranjak remaja.
Antara laki-laki dan perempuan saling sahut-menyahut dengan nada-nada yang sangat khusus. Kemudian setelah menikah alat musik tersebut dapat digunakan guna membantu petani mengusir hama di ladang dan sawah. Menurut filosofi, Karinding ini dianggap memberi simbol tentang alam semesta spiritual, dan juga lingkungan. Beberapa cara membunyikan Karinding dengan ditabuh dan diketuk menyimbolkan teori sesuai pembentukan alam semesta.
Dalam bentuk yang sangat sederhana, Karinding oleh sebagian orang dianggap sebagai arahan untuk tetap yakin, sabar, dan sadar. Getaran yang dihasilkannya pun diyakini menggambarkan sebuah tanda kehidupan, tidak terlepas dari hal itu termasuk dengungan suara yang dihasilkan. Saat memukul atau mengetuk alat musik tersebut harus yakin dan sabar, sehingga dapat menimbulkan bunyi atau suara yang indah didengar.
Pemain dan yang mendengarkan harus sadar bahwa suara yang keluar merupakan suara alat musik tentunya bukan suara kita sendiri. Di dalam filosifi Karinding diyakini terdapat pula norma-norma ketuhanan, kemanusiaan, kemasyarakatan, terdapat hukum waktu, hukum menetapkan kenegaraan, hingga menentukan demografi kependudukan.
Red*