Berita  

Tanggapan Para Tokoh Terkait Kasus OTT Oknum BPK Jabar

Foto: Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana saat memaparkan ditangkapnya pegawai BPK RI karena terima duit haram/ Pikiran Rakyat

Jawa Barat, Bharindo News – Operasi tangkap tangan yang menjerat oknum pejabat BPK Provinsi Jawa Barat pada 30 maret lalu, menimbulkan berbagai macam tanggapan dari berbagai pihak, baik dari kalangan masyarakat mau pun pejabat hukum.

Menanggapi hal ini praktisi hukum ( advokat ) yang juga penasehat Ruang Jurnalis Nusantara ( RJN ) Dicky Ardi, SH MH saat di minta tanggapannya mengatakan, Terkait OTT Pegawai BPK perwakilan Provinsi Jabar yang terjadi 2 kali berturut-turut merupakan Tamparan keras wajah BPK RI, dengan tupoksi yang sangat Vital, sangat rentan terjerat pemerasan, suap dan/atau Gratifikasi oleh dan/atau dari Pihak-Pihak yang berkepentingan. Ujar nya

Dicky juga menambahkan, bahwa denngan kejadian tersebut, secara moral Ketua BPK RIepublik Indonesia dan Ketua BPK perwakilan Provinsi Jawa Barat bertanggung jawab atas perilaku anak buahnya, jadi tidak boleh menutup-nutupi Informasi terkait Perkara OTT tersebut kepada awak media dan masyarakat luas.

Jawaban Humas Kejaksaan tinggi (Kejati) Jawa Barat atas Pertanyaan dari media yang tergabung pada Ruang Jurnalis Nusantara merupakan sebuah jawaban yang normatif tanpa memberikan penjelasan yang terperinci, terlebih lagi Jawaban dari pihak Humas BPK, sama sekali tidak mencerminkan jawaban sebuah badan publik yang memiliki pertanggungjawaban moral kepada masyarakat luas.
Pertanyaan saya kepada BPK Provinsi Jabar, bagaimana bentuk pembinaan dan Pengawasan Internal yang dilakukan kepada 1 orang yang dikembalikan oleh Kejati Jabar atas kasus OTT di Kab. Bekasi..?

Ini seperti wilayah buram yang informasinya sulit ditembus. Tegas nya
Masih menurut Dicky Kejati Jabar Terkesan lambat dalam penanganan kasus OTT di Kab. Bekasi, sampai saat ini sudah sebulan lebih penyidikan dilaksanakan, Tetapi Kejari baru bisa menetapkan satu orang sebagai Tersangka, sedangkan satu orang lagi seolah belum tersentuh Hukum dikembalikan ke BPK untuk dibina. Padahal, minimal dapat dijerat dengan pasal Turut Serta sebagaimana diatur dalam KUHP. Ungkapnya

Baca Juga :  Kecelakaan Maut Bus di Tanjakan Pari Panjalu Ciamis, Korban Meninggal

Baik BPK RI dan Kejaksaan Agung sebaiknya bisa mengambil langkah-langkah yang tegas dan terukur terkait persoalan ini, supaya mengevaluasi kinerja bawahannya yang terkesan sangat lambat dalam penanganan perkara yang saat ini menjadi perhatian publik.

Terlebih lagi terhadap penanganan satu orang yang dikembalikan ke BPK Provinsi Jabar ini, mengapa dikembalikan..? terus mengapa tidak segera ditetapkan sebagai tersangka..? padahal saat itu keduanya secara bersamaan terkena OTT. ini yang sangat menjadi perhatian dan pertanyaan besar bagi media dan masyarakat luas. Tutup Dicky.

Selain dari praktisi hukum, Ketua Umum komite masyarakat peduli indonesia ( KOMPI ) Ergart Bustomy saat di minta tanggapan nya juga mengatakan “kami meminta dan sekaligus mendorong kepada APH dalam hal ini Kejaksaan agar dalam penanganan persoalan tersebut segera diselesaikan secapatnya, begitu juga kalau emang ada temuan baru harus segera diproses, sebab persoalan dugaan pemerasan oleh oknum BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) itu jelas sangat memalukan dan ini akan menjadi preseden buruk bagi lembaga audit keuangan negara/daerah. Ujar nya
Ergart juga berharap dari dugaan pemerasan tersebut bisa terus dikembangkan, agar lebih terang benderang

“Koq ada pemerasan terus yang diperas siapa, kenapa diperas? Ini adalah pertanyaan kami, supaya dalam persoalan tersebut bisa transparan, agar masyarakat juga bisa mengetahuinya”. Tutup Ergart

Mengenai kasus ini Bram Ananthaku pendiri LSM Sarana Indonesia Akar Peduli ( SIAP ) juga mengatakan, Bahwa RSUD Cabang Bungin dan 17 Puskesmas yang diaudit oleh dua oknum pegawai BPK perwakilan Provinsi Jawa Barat itu adalah bukti dari kinerja audit yang ceroboh pada tugas semestinya operasi tangkap tangan ( OTT ) yang telah dua kali terjadi adalah bentuk dari transaksional dalam pencapaian win win solution pada tingkat ketidak wajaran etika profesi, yang mestinya dikembangkan dan menjaring oknum yang terlibat baik ditubuh RSUD Cabang Bungin ataupun 17 Puskesmas tersebut, bukan tidak mungkin hal ini bisa berlaku di dinas lain nya dengan cara dan metode yang sama. Ujarnya.***