Deteorisasi Mutu Lingkungan Sukabumi, Ancaman Krisis Pangan, dan Konflik Sektoral.

Kekayaan alam Sukabumi merupakan suatu anugerah yang patut kita syukuri. Segala macam sumber daya alam dan keindahannya menjadi energi besar yang menarik perhatian masyarakat dalam negeri hingga luar negeri. Namun seiring pesatnya perkembangan berbagai macam industri, sikap serakah para oknum pengusaha, dan lemahnya komitmen pemerintah dalam merawat lingkungan hidup menjadi kunci untuk mengidentifikasi problematika lingkungan hidup yang kian hari menghantui masyarakat.

Penurunan mutu lingkungan (deteriorasi) akibat adanya pencemaran aliran sungai, laut, dan udara merupakan fakta masalah yang hari ini bisa kita saksikan. Maraknya pertambangan, pabrik, dan industri properti yang tidak memperhatikan analisis masalah dampak dan lingkungan (AMDAL) menjadi ancaman utama terhadap penurunan mutu lingkungan.

Sukabumi sebagai kabupaten terluas kedua di pulau Jawa dengan luas wilayah 4.128 km, menjadi harapan masyarakat dalam menyikapi krisis pangan yang digadang-gadang adalah ancaman masyarakat Indonesia bahkan dunia. Akan tetapi dengan fenomena yang terjadi hari ini nampaknya masyarakat harus bersiap dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Alih-alih memberikan harapan, Kabupaten Sukabumi menjadi sumbangsih besar bagi krisis yang akan melanda masyarakat. Lemahnya pengembangan kapasitas terhadap pelaku produksi pangan juga menjadi penyebab tidak terjaminnya kestabilan pangan bagi masyarakat.

Pada tahun 2004, High Level Threat Panel, Challenges and Change PBB, memasukkan degradasi lingkungan sebagai salah satu dari sepuluh ancaman terhadap kemanusiaan. World Risk Report yang dirilis German Alliance for Development Works (Alliance), United Nations University Institute for Environment and Human Security (UNU-EHS) dan The Nature Conservancy (TNC) pada 2012 pun menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan menjadi salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya risiko bencana di suatu kawasan.

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani mengatakan bahwa pada bulan Maret 2022 ada lonjakan harga pangan hampir 13 persen. Angka tersebut adalah angka tertinggitertinggi baru dan akan naik lebih jauh 20 persen di akhir tahun 2022.

Baca Juga :  Makna 78 Tahun Kemerdekaan Indonesia

Di tengah ancaman krisis pangan, Pemerintah Sukabumi dituntut harus melakukan percepatan dalam menanggulangi permasalahan lingkungan hidup. Sementara lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang ada bukan bertambah melainkan terus berkurang karena terjadinya alih fungsi lahan yang menjadi infrastruktur perumahan, industry. Jalan, dan lainnya.

Mengutip pendapat Fukushiro Nukaga Menteri Keuangan Jepang, pada pertemuan tahunan ADB di Madrid pada tanggal 4 Mei 2008 ia mengatakan bahwa lonjakan harga pangan akan menciptakan kerusuhan sosial diantara penduduk dunia.

Kita bisa belajar pada peristiwa krisis pangan yang terjadi di Pantai Gading, bahwa sebanyak 24 jiwa tewas dalam kerusuhan Kamerun dan runtuhnya pemerintah Haiti. Pada konteks itulah kita dapat mengambil pelajaran bahwa kerusakan lingkungan hidup akan sangat mempengaruhi kehidupan, lebih-lebih dalam situasi ancaman krisis pangan global, dan tentu saja minimnya ketersediaan pangan akan menciptakan konflik sektoral.

Oleh : Imam maulana (Kabid LH Hmi Cabang Sukabumi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *